1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikTaiwan

Bagaimana Taiwan Menghadapi Ancaman Militer Cina?

William Yang
10 Agustus 2022

Terlepas dari latihan militer skala besar Cina di sekitar Taiwan, kehidupan di pulau itu sebagian besar tetap sama. Taiwan relatif tenang, sangat kontras dengan cara masyarakat internasional memandang situasi tersebut.

https://p.dw.com/p/4FLTh
Orang-orang mengambil gambar pesawat Mirage 2000-5 Angkatan Udara Taiwan yang mendarat di Pangkalan Udara Hsinchu
Banyak orang Taiwan mengatakan mereka tidak terlalu khawatir akan meningkatnya ancaman militer dari CinaFoto: ANN WANG/REUTERS

Ketika latihan militer skala besar Cina di sekitar wilayah Taiwan memasuki hari keenam, dunia dengan cemas menilai bagaimana agresi terbaru Beijing dapat mengubah keamanan di kawasan itu. Namun, sebagian besar orang Taiwan tetap tenang menghadapi apa yang digambarkan analis politik sebagai peningkatan ancaman untuk pulau itu.

"Saya pikir banyak orang Taiwan, termasuk saya sendiri, dengan waspada mengikuti perkembangan latihan militer Cina di sekitar Taiwan," kata Jeremy Chiang, seorang profesional muda yang bekerja di industri teknologi.

Meskipun ada berita tentang rudal Cina yang dilaporkan memasuki wilayah udara Taiwan dan kapal militer Cina berulang kali melintasi garis median, kehidupan di seluruh pulau itu sebagian besar tetap sama sejak militer Cina memulai "aksi provokasinya." Ketenangan warga Taiwan sangat kontras dengan bagaimana masyarakat internasional memandang peristiwa yang sedang berlangsung.

"Teman-teman saya di Jerman sangat khawatir dengan kondisi saya karena dari berita yang mereka baca, sepertinya Cina telah mengepung Taiwan sepenuhnya," kata Winifred Yu, seorang profesor yang mengajar bahasa dan sastra Jerman di National Kaohsiung University of Science and Technology di Taiwan Selatan.

"Ketika mereka bertanya tentang situasi di sini, saya memberi tahu mereka bahwa situasinya baik-baik saja dan sama seperti sebelumnya."

Taiwan "menunjukkan ketahanan dan kepercayaan diri"

Sementara beberapa orang mengatakan ketenangan itu berasal dari pengalaman puluhan tahun hidup di bawah ancaman Cina, yang lain mengatakan peristiwa kali ini masih terasa sedikit berbeda dari Krisis Selat Taiwan terakhir pada tahun 1996, ketika Cina melakukan serangkaian peluncuran rudal di sekitar Taiwan.

"Saya ingat berita Presiden Lee Teng-hui mengunjungi Cornell, semua ancaman, latihan militer di berita. Saya juga ingat ketakutan, sejumlah besar teman saya dari masa kanak-kanak beremigrasi ke luar negeri," kata Albert Wu, seorang sejarawan Taiwan di Academia Sinica.

Pada hari Selasa (09/08), Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu mengecam Beijing karena melakukan provokasi serius dengan latihan militernya.

"Keputusan Cina untuk melakukan latihan militer di daerah sekitar Taiwan merupakan pelanggaran berat terhadap hak Taiwan di bawah hukum internasional, terutama dalam cara Cina menetapkan zona untuk latihannya," katanya pada konferensi pers.

Dia juga menegaskan kembali bahwa Taiwan dan rakyatnya telah "menunjukkan ketahanan dan kepercayaan diri" sambil tetap tenang dalam menghadapi agresi Tentara Pembebasan Rakyat (PLA). "Upaya Cina yang terus menerus mengintimidasi Taiwan tidak akan membuat kami panik, mereka juga tidak akan mengalahkan kami. Taiwan akan dengan kukuh menegakkan cara hidupnya yang bebas dan demokratis,” tambah menteri itu.

Sebagian penduduk Taiwan mengubah pandangan mereka

Albert Wu mengaku terkesan dengan penanganan situasi oleh pemerintah Taiwan, terutama strategi pemerintah untuk berkomunikasi dengan publik. "Saya pikir apa yang telah diperjelas oleh perang Ukraina bahwa perang kontemporer adalah tentang informasi dan mengumpulkan sentimen publik seperti halnya terkait kapasitas militer yang sebenarnya," katanya, menunjuk pada aktivitas Presiden Tsai di platform media sosial regional LINE.

"Akun dan pesannya tenang dan meyakinkan. Akun Twitter Kementerian Pertahanan Nasional konsisten dalam mengeluarkan informasi faktual. Saya pikir jenis transparansi ini menjadi pertanda baik untuk masa depan," tambahnya.

Orang-orang berpose di tepi sungai Tamsui di New Taipei City, Taiwan, Minggu (07/08)
Ketenangan di seluruh wilayah sangat kontras dengan bagaimana masyarakat internasional memandang peristiwa yang sedang berlangsungFoto: JAMESON WU/REUTERS

Sementara banyak orang Taiwan menekankan bahwa mereka tidak terlalu khawatir tentang meningkatnya ancaman militer dari Cina, beberapa mengatakan latihan yang sedang berlangsung telah mengubah pandangan mereka tentang kemungkinan invasi Cina ke pulau itu.

"Dulu saya tidak percaya bahwa Cina akan meluncurkan invasi militer ke Taiwan, tetapi sekarang saya bertanya-tanya di mana masa depan generasi Taiwan berikutnya," kata Andrea Yang, seorang profesional pemasaran berusia 40-an. "Perilaku Cina tampaknya menunjukkan bahwa mereka tidak lagi takut pada Amerika Serikat."

Mempersiapkan rencana darurat?

Yang mengatakan dia belum mulai memikirkan kemungkinan meninggalkan Taiwan, tetapi jika dia mendapat kesempatan di masa depan, dia akan mempertimbangkan untuk pindah ke tempat lain. Namun, tidak semua warga Taiwan memikirkan rencana darurat.

Michelle Kuo, seorang akademisi dan penulis Taiwan-Amerika yang pindah ke Taipei bersama keluarganya tahun lalu, mengatakan keluarganya belum mempertimbangkan kemungkinan tersebut.

"Saya pikir saya takut melakukannya - karena itu berarti harus berurusan dengan hak istimewa untuk pergi. Saya tidak ingin menjadi orang yang pergi. Saya ingin menjadi orang yang bertahan, yang membantu, yang ada untuk orang lain," katanya, seraya menambahkan bahwa anggota keluarga mereka yang sudah lanjut usia dan putrinya yang berusia dua tahun di Taiwan membuat sulit membayangkan meninggalkan pulau itu.

"Memiliki pilihan untuk pergi jelas merupakan sebuah hak istimewa, dan paspor Amerika melengkapi kemudahan seseorang untuk pergi. Saya mencoba yang terbaik untuk tidak panik," katanya.

Dengan Cina memperpanjang latihan militer, sebagian besar orang Taiwan percaya bahwa penting bagi mereka untuk fokus mempertahankan rutinitas harian mereka. "Apa lagi yang bisa dilakukan selain melanjutkan? Tidak banyak yang bisa kita lakukan selain tetap mendapat informasi, mulai bersiap untuk yang terburuk, tetapi tetap tenang sementara itu," kata Albert Wu.

(ha/pkp)