1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Banding Ditolak, Pembubaran HTI Tetap Sah

26 September 2018

Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) Jakarta menolak permohonan banding perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Alhasil, pembubaran HTI oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) sah.

https://p.dw.com/p/35VVw
Indonesien | Proteste in Jakarta
Foto: Getty Images/AFP/A. Berry

Kasus bermula saat Menkumham mengeluarkan SK Nomor AHU 30.AH.01.08 Tahun 2017 tentang Pencabutan SK Kemenkumham Nomor AHU- 00282.60.10.2014 tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia. Mendapati pencabutan SK itu, Hizbut Tahrir tidak terima dan mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta.

Pada 7 Mei 2018, PTUN Jakarta menolak gugatan HTI itu dan menguatkan SK Kemenkumham. Hizbut Tahrir tidak terima dan mengajukan banding. Apa kata PT TUN?

Baca Juga: Kalah di PTUN, HTI Ormas Terlarang di Indonesia

"Menguatkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta Nomor 211/G/2017/PTUN-JKT, tanggal 7 Mei 2018 yang dimohonkan banding," ujar majelis PT TUN Jakarta yang dikutip detikcom dari website-nya, Rabu (26/9/2018).

Duduk sebagai ketua majelis, Kadar Slamet, dengan anggota majelis Djoko Dwi Hartono dan Slamet Suparjoto. Ketiganya bulat menyatakan tindakan Kemenkumham tidak bertentangan dengan asas contrarius actus karena Menkumham berwenang menerbitkan keputusan TUN tentang pengesahan pendirian badan hukum perkumpulan HTI.#

Dakwaan Makar Terhadap HTI

"Maka atas dasar kewenangan tersebut Kemenkumham berwenang mencabut keputusan a quo atas dasar oleh fakta-fakta pelanggaran sebagaimana telah dipertimbangkan HTI," ujar majelis dengan suara bulat.

Majelis juga menyatakan fakta hasil pembuktian perkumpulan HTI terbukti.

Baca Juga:Perppu Ormas Akhirnya Disahkan 

"Terbukti mengembangkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila UUD NRI Tahun 1945 serta kegiatan-kegiatan menyebarluaskan ajaran atau paham tersebut arah dan jangkauan akhirnya bertujuan mengganti Pancasila, UUD 1945, serta mengubah NKRI menjadi negara khilafah," ujar majelis.

"Maka sudah menyangkut ancaman serius terhadap keutuhan negara dan kesatuan bangsa sehingga menurut pendapat majelis tingkat banding, Tergugat (Menkumham, red) atas diskresi yang dimiliki berwenang menerbitkan objek sengketa," pungkas majelis.

Sumber: Detik News