1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Ilmuwan Robert Koch dan Mikroba yang Menarik Perhatiannya

5 April 2021

Penelitian ilmuwan Jerman Robert Koch tentang mikroba penyebab penyakit menular seperti TBC, antraks, dan malaria membantu perpanjang harapan hidup dan tingkatkan kesehatan manusia di seluruh dunia.

https://p.dw.com/p/3rYy6
Robert Koch, dokter dan ahli bakteriologis
Robert Koch, dokter dan ahli bakteriologiFoto: picture-alliance/akg-images

Semasa pandemi setahun belakangan, ada satu nama institusi yang paling sering terdengar di Jerman, yakni Robert Koch Institut (RKI). Institusi tersebut bertanggung jawab atas pengendalian penyakit menular di negara ini. Namun, siapakah Robert Koch - orang yang namanya kemudian didapuk menjadi nama sebuah lembaga yang cukup dihormati ini?

Dunia di abad ke-19 tampaknya banyak dilanda perang dan berbagai infeksi penyakit menular. Tuberkolosis, kolera, difteri, dan infeksi pada luka menjadi beberapa penyebab utama kematian para warganya. Dan saat itu, masih minim pengetahuan tentang kenapa penyakit tertentu mudah sekali mewabah.

Di abad tersebut, lahir Robert Koch pada tanggal 11 Desember 1843, sebagai anak ketiga dari total tiga belas bersaudara dari keluarga penambang di Clausthal, Jerman. Tahun 1862 pemuda Robert Koch yang masih berusia 19 tahun dan baru saja lulus sekolah menengah datang ke Universitas Göttingen dengan penuh semangat belajar. Ia awalnya mendaftar untuk belajar matematika, fisika dan botani. Niatnya ingin jadi ahli matematika, namun ternyata di jurusan itu ia hanya bertahan dua bulan. 

Robert Koch segera menemukan kecintaannya pada ilmu medis dan beralih ke fakultas kedokteran. Kecemerlangannya tidak lagi terbendung. Mahasiswa itu segera menulis artikel ilmiah pertamanya pada usia yang terbilang muda. Setelah menyelesaikan studi, ia bekerja di rumah sakit di Berlin dan Hamburg.

Potongan gambar drama seri Charité
Kisah tentang Robert Koch dan rekan sesama peneliti sempat diangkat ke dalam drama seri Charité di televisi Jerman. Di gambar, Robert Koch (tengah) diperankan oleh aktor Justus von Dohnanyi.Foto: ARD/N. Konietzny

Perhatian akan mikroba berawal dari antraks

Dari tahun 1870 hingga 1871 Robert Koch bekerja sebagai dokter dalam Perang Prancis-Prusia. Sekembalinya dari medan perang, ia bekerja sebagai petugas kesehatan masyarakat di Wollstein (kini termasuk wilayah Polandia). Di sanalah dia mulai mendalami biologi bakteri.

Di luar medan perang, antraks merupakan salah satu penyakit yang paling ditakuti di Eropa pada saat itu. Seluruh kawanan ternak bisa dengan mudah mati karena penyakit ini. Antraks juga dapat menyebabkan kematian pada manusia.

Banyak orang pada zaman itu menduga bahwa penyakit di sekitar Wollstein ini disebabkan oleh suatu zat misterius, atau bahkan hal aneh yang tidak dapat dijelaskan. Namun, Koch tidak puas dengan penjelasan ini dan mulai meneliti tentang antraks.

Berdasarkan penelitiannya, ia menemukan jawaban mengapa ternak di padang rumput tertentu dapat berulang kali terjangkit antraks: bangkai hewan yang mati tidak cukup dalam dikubur di dalam tanah. Dia juga menemukan bakteri antraks dapat membentuk spora yang bisa bertahan dalam jangka waktu lama di lingkungan yang berbeda.

Presiden Robert Koch Institut, Lothar Wieler, (kiri) dan Menkes Jerman, Jens Spahn (kanan)
Selama pandemi virus corona, Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn (kanan) dan Presiden Robert Koch Institut, Lothar Wieler, rajin memberikan keterangan publik.Foto: Kay Nietfeld/dpa/picture alliance

Hidup di era penemuan

Hasil kerja kerasnya tidak sia-sia. Robert Koch adalah orang pertama yang membuktikan bahwa penyakit menular disebabkan oleh mikroorganisme. Pada tahun 1878 ia menerbitkan buku On the Aetiology of Wound Infection Diseases, di mana ia menjelaskan agen penyebab infeksi pada luka.

Temuan ini diterima dengan sangat baik sehingga dia dipanggil ke Berlin untuk bekerja sebagai Kepala Kantor Kesehatan Kekaisaran. Di sana, dia berhasil mengisolasi bakteri penyebab tuberkulosis.

Tapi dokter muda itu tidak cepat puas dan ingin tahu bagaimana cara memerangi penyakit di tubuh manusia. Hidup di era yang penuh penemuan ilmu pengetahuan, dia pun berkeliling dunia untuk mencari patogen penyebab penyakit.

Di Mesir dan India ia menemukan bakteri yang bertanggung jawab atas sebaran penyakit kolera, di Rhodesia (sekarang Zimbabwe) ia meneliti wabah ternak dan penyakit kuku dan mulut. Sementara di Italia, Afrika bagian timur, dan Papua Nugini, ia meneliti malaria. 

Hadiah Nobel dan Robert Koch Institut

Hasil pengamatan Koch telah memungkinkan ilmuwan dalam waktu singkat mengembangkan cara untuk memerangi penyakit, yang sampai saat itu manusia sama sekali tidak berdaya. Untuk pertama kalinya dalam dunia kedokteran, penyebab penularan suatu penyakit dapat dibuktikan dengan jelas.

Robert Koch pun menjadi orang pertama yang dicatat sejarah berhasil mengidentifikasi mikroorganisme penyebab penyakit. Temuannya ini telah membantu memperpanjang harapan hidup dan meningkatkan kesehatan manusia di seluruh dunia. Ini adalah dua hal yang menjadi kekuatan pendorong di balik disiplin ilmu mikrobiologi modern.

Atas kerja keras dan karyanya inilah, ia diganjar Hadiah Nobel Kedokteran pada tahun 1905. Dalam karirnya, Robert Koch sendiri berhubungan erat dengan ahli patologi Jerman, Julius Friedrich Cohnheim, dan ahli imunologi Paul Ehrlich.

Begitu besarnya berpengaruh Robert Koch hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa pun mendeklarasikan 24 Maret sebagai Hari Tuberkulosis Internasional. Ini adalah hari ketika Koch mempresentasikan temuannya tentang bakteri tuberkulosis dan bagaimana dia menemukannya.

Kini namanya menjadi lembaga federal Jerman yang bertanggung jawab atas pengendalian dan pencegahan penyakit menular. Lembaga yang awalnya bernama Royal Prussian Institute for Infectious Diseases ini didirikan tahun 1891 dan diketuai oleh Robert Koch hingga tahun 1904. Sekitar 50 tahun sejak pertama kali didirikan, nama organisasi tersebut secara resmi diubah menjadi Robert Koch Institut.

ae/rap (rki.de, cdc.gov, ndr.de)

Laporan tambahan oleh Helle Jeppesen dan Andreas Noll