1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikInggris

Inggris Debatkan Rencana Deportasi Pengungsi ke Rwanda

Birgit Maaß
18 Maret 2024

Majelis rendah merundingkan RUU Rwanda, yang memungkinkan deportasi pencari suaka ke Afrika terlepas dari negara asalnya. Rencana itu memancing oposisi di Dewan Bangsawan, karena dianggap melanggar hukum internasional.

https://p.dw.com/p/4dqCn
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak
Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak bersama petugas imigrasi di LondonFoto: Carlos Jasso/PA Wire/dpa/picture alliance

Perlakuan pemerintahan Partai Konservatif Inggris terhadap pengungsi, " sangat memalukan," gerutu Lord Dubs, seorang bangsawan berusia 91 tahun, anggota majelis tinggi parlemen dari Partai Buruh. Menurutnya kebijakan pemerintah pusat mencoreng citra Inggris di dunia.

Di masa kecilnya, Dubs pernah melarikan diri dari Holocaust dan dievakuasi dari Praha di Republik Ceko ke Inggris saat berusia enam tahun. Dia termasuk anggota Dewan Bangsawan yang menolak meloloskan RUU Rwanda, antara lain karena melanggar hukum internasional. Namun di majelis yang anggotanya dipilih lewat pengangkatan itu pun, Partai Konservatif menguasai kursi mayortas.

Sebabnya, blokade di majelis tinggi cuma mengulur waktu, tidak mencegah pengesahan RUU. Menurut Dubs, hal ini antara lain disebabkan faktor usia yang melemahkan semangat juang sebagian bangsawan.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Konsisten di jalur Rwanda

Perdana Menteri Rishi Sunak memusatkan program pemerintahannya, antara lain, "untuk menghentikan masuknya kapal-kapal pengungsi." Tahun lalu, hampir 30.000 orang menyebrang Selat Inggris untuk mencari suaka. Terlepas dari asal usul, tanpa proses pengadilan, mereka nantinya akan bisa dideportasi ke Rwanda untuk melanjutkan permohonan suaka dari sana.

Dua tahun lalu, bekas PM Boris Johnson sempat hendak menerbangkan sekelompok kecil pengungsi ke ibu kota Kigali, sebelum dilarang Mahkamah Kemanusiaan Eropa di menit-menit terakhir. Pemerintah di London sejauh ini sudah membayarkan 140 juta Poundsterling kepada Rwanda untuk membangun tempat penampungan. Namun hingga kini belum seorang pun menempati fasilitas tersebut.

Mahkamah Agung Inggris awalnya memvonis, rencana pemerintah bertentangan dengan konstitusi, karena mengasumsikan Rwanda sebagai negara yang aman. Dalam hal ini, pemerintah mengajukan perbaikan dengan menyepakati perjanjian bahwa Rwanda tidak akan mendeportasi para pengungsi kembali ke negara asalnya.

PM Sunak berdalih, deportasi ke Rwanda diharapkan bisa mencegah pengungsi untuk tidak memilih datang ke Inggris di masa depan. Sebabnya Dewan Bangsawan tidak selayaknya menghalangi "keinginan rakyat," kata Sunak.

Buat gentar penyelundup manusia?

Tapi apakah RUU Rwanda akan mampu menyurutkan niat pengungsi untuk datang ke Inggris? "Sudah bertahun-tahun pemerintah mengkampanyekan opsi Rwanda, tapi pengungsi toh tetap datang juga," kata Jacqueline Mckenzie, pengacara HAM di London yang mengadvokasi seorang pengungsi Irak di Inggris.

Kliennya duduk di dalam pesawat sewaan Boeing 767 yang bersiap lepas landas di pangkalan udara militer di Wiltshire pada 2022 silam. Baginya, pengalaman dideportasi memicu trauma. Mckenzie akhirnya berhasil membuktikan betapa kliennya itu benar seorang korban perdagangan manusia dan berhak mendapat suaka di Inggris.

Namun asumsi bahwa RUU Rwanda tidak berdampak ditepis Nikolai Posner, pegiat hak pengungsi Prancis yang bertugas di kota pelabuhan Calais, di mana pengungsi dan migran mencari tumpangan untuk menyebrang ke Inggris. Menurutnya, lalu lintas kapal banyak berkurang ketika rencana itu diumumkan, "sampai akhirnya para penyelundup mendiskon harga," kata dia.

Migration and the dangerous path to safety

Kebanyakan pengungsi memiliki keluarga di Inggris dan berhak atas perlindungan. Artinya, mereka berasal dari negara di mana kematian acap mengintai, entah itu Iran, Irak, Suriah atau Afganistan. Pemerintah Inggris mencatat, sebagian besar permohonan suaka para pengungsi dikabulkan.

Prioritas utama bagi Sunak

Jika RUU tersebut diloloskan dalam beberapa hari ke depan, pemerintah belum serta merta bisa mendeportasi pengungsi ke Rwanda. Asosiasi aparatur sipil negara menuntut kejelasan hukum, karena regulasi yang ada masih berpotensi melanggar hukum internasional.

Pun advokat HAM Mckenzie meyakini, proses deportasi akan tetap dihalangi oleh gugatan di pengadilan.

Inggris bukan satu-satunya negara yang menjalin sepakat untuk memindahkan penampungan pengungsi ke negara ketiga. Denmark pun telah menandatangani perjanjian serupa dengan Rwanda, kendati belum menerbangkan seorang pun pengungsi ke sana. Italia pun sudah mengumumkan rencana pembangunan pusat penampungan pengungsi di Albania.

Sebaliknya, Israel membatalkan kesepakatan pemindahan pengungsi dengan Rwanda pada 2018 setelah cuma lima tahun. Penyebabnya adalah larangan Mahkamah Konstitusi, setelah pemerintah di Kigali berulangkali gagal menepati jaminan keselamatan pengungsi.

rzn/hp