1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lula di Berlin: Menyelaraskan Hubungan Jerman dan Brasil

4 Desember 2023

Senin (04/12) Kanselir Jerman Olaf Scholz menerima kunjungan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, kepala negara yang dianggap menjadi semakin penting dalam politik dunia sebagai corong negara-negara Selatan.

https://p.dw.com/p/4Zjya
Saat di Majelis Umum PBB: Olaf Scholz dann Lula da Silva
Senin (04/12) Kanselir Jerman Olaf Scholz akan menerima kunjungan Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva.Foto: Michael Kappeler/picture alliance/dpa

Olaf Scholz dianggap sebagai seseorang yang memiliki rencana untuk semua orang dan segala hal. Namun sepuluh bulan lalu ketika sang kanselir Jerman itu mengunjungi presiden yang baru dinobatkan, Luiz Inácio Lula da Silva, di Brasil, keinginannya tak berjalan mulus.

Sebuah konferensi pers tak terlupakan di Brasilia pada tanggal 30 Januari dilihat oleh banyak media Jerman sebagai penolakan terhadap rencana Scholz, setelah Lula da Silva dengan tegas menolak bantuan militer apa pun untuk Ukraina dalam perang dengan Rusia.

Kepemimpinan Lula, yang sangat didambakan oleh politik Jerman setelah bertahun-tahun Brasil dipimpin populis sayap kanan Jair Bolsonaro. Tetapi Lula punya agenda sendiri dan dengan penuh percaya diri tampil sebagai juru bicara negara-negara Selatan dan anggota negara-negara BRICS, serta siap mengambil alih kepemimpinan G20 pada tahun 2024.

Posisinya jelas: Tidak ada sanksi ekonomi terhadap Rusia, tidak ada pasokan senjata ke Ukraina, reformasi Dewan Keamanan PBB untuk mengizinkan masing-masing satu kursi untuk Brasil dan benua Afrika, dan perjanjian perdagangan bebas antara blok perdagangan Amerika Selatan Mercosur dan Uni Eropa.

Brasil sebagai "mitra yang sulit"?

Setidaknya kini Olaf Scholz sudah bisa membaca maunya Lula. Selain pertemuan dengan kanselir, agenda Lula di Berlin juga mencakup kunjungan ke Dewan Negara Bagian Jerman, Bundesrat, dan ke Forum Ekonomi Jerman-Brasil. Namun perundingan tingkat pemerintahan pertama antara kedua negara sejak tahun 2015 (yang terhenti pada masa pemerintahan Bolsonaro) merupakan tanda bahwa Jerman dan Brasil berharap untuk menyelaraskan kembali hubungan mereka.

"Mitra yang sulit di Brasília” adalah esai yang ditulis oleh pakar Brasil Oliver Stuenkel di majalah "Internationale Politik” tak lama setelah kunjungan Kanselir Jerman ke Brasil awal tahun. Ilmuwan politik dan profesor politik internasional di Sekolah Hubungan Internasional di São Paulo akan memilih "headline" yang berbeda untuk pertemuan kali ini, katanya kepada DW.

"Lula akan terus menjadi mitra yang sulit,” tandas pakar tersebut, "tetapi dengan penekanan pada kata ‘mitra‘ dan bukan pada kata ‘yang sulit‘. Dalam konteks perang Ukraina, akan terdapat perbedaan pandangan, namun di bidang iklim, energi dan struktur multilateral, konsultasi antarpemerintah ini merupakan langkah penting menuju kerja sama yang lebih erat," jelasnya.

Di bidang iklim, ini berarti akan ada bantuan dari Jerman untuk lebih memperkuat Dana Amazon, yang dihidupkan kembali oleh Lula untuk melindungi hutan hujan dan mempromosikan perlindungan iklim global. 

Di bidang energi, Brasil dapat berharap untuk menarik perusahaan-perusahaan Jerman dan teknologinya dengan sumber daya energi terbarukannya, seperti sumber hidrogen hijau, logam tanah jarang, litium, tenaga angin, dan energi matahari. Dalam hal institusi multilateral, Jerman dan Brasil berniat mereformasi Dewan Keamanan PBB bersama dengan India dan Jepang.

Namun menurut pakar Amerika Latin Claudia Zilla dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan SWP di Berlin, visi Brasil tentang tatanan internasional yang direformasi melibatkan lebih dari sekadar mendapatkan kursi permanen di Dewan Keamanan.

"Sementara Jerman mengambil pendekatan yang bertujuan untuk memulihkan tatanan internasional yang liberal dan berbasis aturan, Brasil mengadvokasi reformasi, menekankan fakta bahwa tatanan internasional tidak pernah sepenuhnya liberal atau berbasis aturan, misalnya dalam perang di Irak, perang melawan teror, atau perubahan rezim di Libya," katanya kepada DW.

"Brasil adalah satu-satunya negara di Amerika Latin yang terhubung dengan Jerman melalui kemitraan strategis sejak tahun 2008. Brasil adalah mitra dagang Jerman yang paling penting di Amerika Selatan,” tulis situs web Kementerian Luar Negeri Jerman mengenai hubungan bilateral kedua negara. Sebaliknya, kita akan sia-sia mencari pernyataan serupa di situs web pemerintah Brasil, karena dalam beberapa dekade terakhir ada negara lain yang berinvestasi jauh lebih besar di Amerika Latin, yaitu Cina.

Saat ini, seperempat dari seluruh impor dan ekspor Brasil dilakukan dengan Cina, dan transaksi antara kedua negara tidak lagi dilakukan dalam dolar AS, tetapi dalam mata uang lokal, real dan yuan. "Cina membeli dalam jumlah yang luar biasa besar dan banyak berinvestasi," kata Zilla.

"Oleh karena itu penting bagi Jerman untuk menawarkan sesuatu yang sangat berarti, bukan dalam hal kuantitas, karena itu tidak memungkinkan, tetapi dalam hal kualitas. Misalnya, sebagai bagian dari Inisiatif Gerbang Global Uni Eropa (yang bertujuan untuk membantu negara-negara berkembang membangun infrastruktur yang berkelanjutan), atau dengan berbagi teknologi dan mengembangkan standar sosial dan lingkungan yang sama."

Dorongan baru bagi perjanjian perdagangan bebas UE-Mercosur?

Baik Lula maupun Scholz baru-baru ini dihebohkan dengan kemenangan Javier Milei dalam pemilu presiden Argentina. Populis sayap kanan yang baru terpilih itu dengan tajam mengkritik perjanjian perdagangan bebas antara UE dan negara-negara Mercosur Argentina, Brazil, Uruguay dan Paraguay. Jika negara-negara di Eropa dan Amerika Selatan bergabung seperti yang direncanakan saat ini, mereka akan memiliki pangsa pasar untuk 715 juta orang. Milei bahkan mengancam Argentina bakal hengkang dari Mercosur.

Lula dan Scholz kemungkinan besar akan melihat hal ini sebagai peringatan mendesak agar pertemuan mereka di Berlin akhirnya mencapai  finalisasi kesepakatan politik yang dicapai tahun 2019. Bagi pakar Brasil, Stuenkel, kontrak ini akan menjadi situasi klasik yang saling menguntungkan.

"Hal yang diabaikan oleh gerakan lingkungan hidup di Eropa, yang menentang perjanjian ini: Berbeda dengan Cina, UE memprioritaskan upaya melawan deforestasi hutan hujan.” Perjanjian tersebut akan sangat memperkuat kehadiran Jerman dan Eropa di Brasil. Pada saat yang bersamaan, hal ini akan menjamin masa depan Mercosur, pungkas  Oliver Stuenkel. "Dan hal ini akan menjadi sinyal yang sangat penting bagi perdagangan bebas, globalisasi, dan pemulihan hubungan geopolitik." (ap/hp)

 

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Daftarkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.

Oliver Pieper
Oliver Pieper Reporter meliput isu sosial dan politik Jerman dan Amerika Selatan.