1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Negara Kepulauan Pasifik Gagal Bersepakat dengan Cina

30 Mei 2022

Negosiasi antara Menlu Cina, Wang Yi, dan 10 negara Kepulauan Pasifik gagal membuahkan hasil. Pemerintah Fiji menyalahkan negeri jiran yang lebih mempedulikan "skor geopolitik” ketimbang kepentingan ekonomi warga lokal.

https://p.dw.com/p/4C1mb
Delegasi Cina di Samoa
Delegasi Cina dipimpina Menteri Luar Negeri Wang Yi (ka.) di SamoaFoto: Vaitogi Asuisui Matafeo/AFP

Pertemuan virtual antara Menteri Luar Negeri Wang Yi dan rekan sejawatnya dari 10 negara Kepualauan Pasifik, diagendakan pada Senin (30/5) untuk membahas rencana Beijing meningkatkan kerjasama di bidang keamanan, ekonomi dan politik

Cina, tulis Presiden Xi Jinping dalam suratnya jelang KTT kepada 10 negara Kepulauan Pasifik, siap "bekerja demi membangun masa depan bersama,” dan berjanji akan selalu menjadi "saudara yang baik”, terlepas dari situasi politik global. 

Namun, seruan Xi gagal menggerakkan ke10 negara Kepulauan Pasifik untuk membuat kata sepakat. "Seperti biasa, kami selalu mengedepankan konsensus,” kata Perdana Menteri Fiji, Frank Bainimarama, Senin (30/5) seusai pertemuan. 

Dia mengindikasikan dukungan semua negara diperlukan sebelum penandatanganan "kerjasama regional” dengan Cina.

Perdana Menteri Samoa, Naomi Mataafa, (ki.) dan Menlu Cina, Wang Yi, (ka.)
Meski gagal menyepakati perjanjian dengan 10 negara Kepulauan Pasifik, Cina tetap berhasil merangkai sejumlah kerja sama bilateralFoto: Vaitogi Asuisui Matafeo/AFP

Wang saat ini berada di ibu kota Fiji, Suva, dalam lawatan 10 harinya di Pasifik Selatan. Dia mengatakan pihaknya akan "melanjutkan diskusi dan konsultasi mendalam untuk membentuk konsensus yang lebih luas terhadap program kerja sama.”

"Cina akan mengumumkan posisi kami, tawaran dan proposal kera sama dengan negara-negara Kepulauan Pasifik,” imbuhnya.

Wang mengumumkan ke10 negara sudah menyepakati nota kesepahaman (MoU) dalam proyek infrastruktur "Belt and Road” dan mengimbau kepada pihak lain untuk "tidak khawatir dan tidak gugup,” dalam menghadapi ekspansi tiongkok di Pasifik Selatan.

Lobi Australia dan Mikronesia 

Namun dalam suratnya kepada kepala negara Kepulauan Pasifik, Presiden Mikronesia, David Panuelo, mewanti-wanti terhadap perjanjian yang "sekilas terkesan menguntungkan,” tapi membuka celah bagi Cina untuk merebut "kontrol ekonomi” terhadap industri kunci.

Menurutnya, kesepakatan itu "dalam skenario terbaik akan memicu Perang Dingin baru, dan dalam skenario paling buruk berpotensi menghadikan Perang Dunia,” ke Pasifik Selatan.

Lobi politik juga dilancarkan Australia yang pekan lalu mengirimkan Menteri Luar Negeri Penny Wong ke Fiji. Dia memperingatkan, kesepakatan dengan Cina akan memicu "konsekuensi” terhadap politik dan keamanan regional.

Beijing sebaliknya mengatakan kerjasama dengan Cina akan mendorong pembangunan ekonomi di Pasifik Selatan. Saat ini perekonomian Fiji, yang sepenuhnya mengandalkan sektor pariwisata, anjlok sebanyak 15 persen sebagai akibat pandemi corona. 

Sejak 2009, Cina tercatat sebagai pemberi utang terbesar kedua di kawasan dengan nilai total sebesar USD 169 juta.

Keuntungan ekonomi dan bantuan iklim menjadi prioritas bagi negara-negara Kepulauan Pasifik, ketika berusaha mengimbangi hubungan diplomasi dengan Cina dan negara barat. 

Dalam jumpa pers bersama Wang Yi di ibu kota Suva, PM Fiji Bainimarama mengecam pihak yang hanya memikirkan "skor geopolitik,” yang "tidak berarti apapun bagi komunitas yang semakin tenggelam oleh naiknya permukaan laut, mereka yang kehilangan kerja karena pandemi atau bagi keluarga yang terdampak lonjakan harga bahan pangan.”

rzn/vlz (ap, afp)