1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kebebasan PersGlobal

Bungkam Bukan Sebuah Pilihan Lawan Represi Jurnalis

Silja Thoms
20 Juni 2023

Walau terus alami represi, jurnalis Óscar Martínez dari El Salvador tetap memberitakan kekerasan dan korupsi. Peraih DW "Freedom of Speech Award" 2023 beberkan ancaman bahaya yang dihadapi wartawan di kawasan.

https://p.dw.com/p/4Spdl
0scar Martinez, peraih Freedom of Speech Award  2023 dalam GMF di Bonn
0scar Martinez, peraih Freedom of Speech Award 2023 dalam GMF di BonnFoto: Florian Goerner/DW

"Bungkam bukanlah sebuah Pilihan", inilah keyakinan wartawan Óscar Martínez dari El Salvador dalam memerangi represi kebebasan pers di banyak negara. Ini merupakan inti dari orasi peraih penghargaan kebebasan pers dari DW "Freedom of Speech Award" tahun 2023 ini, yang diserahkan secara resmi dalam acara Global Media Forum di Bonn, Jerman Senin (19/6).

Wartawan kelahiran tahun 1983 ini terkenal di seluruh Amerika Latin dengan platformnya yang mengedepankan pelacakan, analisis dan jurnalisme investigatif. Martinez yang pimpinan redaksi platform berita El Faro di El Salvador, sebelumnya juga sudah meraih beragam penghargaan jurnalistik bergengsi, antara lain Fernando Benítez National Journalism Prize dari Meksiko dan Maria Moors Cabot Prize, untuk karya jurnalistiknya yang luar biasa di benua Amerika.

"Freedom of Speech Award" tahun 2023ini merupakan penghargaan yang ke sembilan kalinya yang dianugrahkan oleh DW. Penghargaan ini diberikan untuk menarik perhatian pada pembatasan kebebasan pers di banyak negara di dunia. Sekaligus memberi penghargaan kepada jurnalis yang membuat karya luar biasa.

"Rezim Hibrida"

Sejak dilantiknya Nayib Bukele menjadi presiden El Salvador pada Juni 2019,represi ancaman dan serangan terhadap wartawan yang kritis kepada pemerintah dilaporkan terus meningkat.

Jurnalis yang memberitakan kelompok kriminal terorganisir, sering dikriminalisasi dan medianya diancam. Pada tahun 2002 akibat makin maraknya kriminalitas, pemerintah El Salvador menerapkan situasi darurat. Berbarengan dengan itu, hak dasar sesuai konstitusi seperti kebebasan pers dan kebebasan berserikat juga dicabut.

"Lebih 150 jurnalis sudah hengkang meninggalkan negaranya di Amerika Tengah itu", kata Martinez dalam orasi penerimaan penghargaan di Bonn. Para pengamat internasional bahkan menjuluki El Salvador sebagai "Rezim Hibrida ujar pemimpin redaksi platform berita online El Faro ini. Kasus teranyar, 22 wartawan terus dimata-matai, karena mengungkap kerjasama jahat antara kelompok kriminal, pengusaha hitam dengan penguasa.

Martinez sendiri sudah berulangkali meninggalkan negaranya, lantaran ketakutan ancaman pembunuhan atau penangkapan sewenang-wenang. "Ironisnya para wartawan yang mengalami represi dari penguasa, sekaligus juga tidak dipedulikan oleh sebagian masyarakat, yang justru mendapat informasi."

Jurnalisme di El Salvador disebutkan mencatat rekor pengungkapan kasus korupsi, pelanggaran berat hukum dan kekerasan oleh negara terbanyak dalam satu abad terakhir. Bahkan hal itu dilakukan para wartawan dalam kondisi ancaman risiko terus menerus, untuk ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui prosedur hukum.

Atasi perpecahan di masyarakat

Dalam acara Global Media Forum di Bonn, Martinez mengimbau para peserta, untuk menggalang solidaritas dengan para junalis di Amerika Tengah dan Amerika Latin, yang dengan tabah dan tidak bisa disogok, terus mengungkap carut marut ini.

"Oscar Martínez dan jajaran redaktion El Faro tetap menjalankan tugasnya di bawah tekanan berat di El Salvador. Kerja mereka terkait dengan risiko personal sangat tinggi", puji direktur jenderal DW Peter Limbourg untuk platform investigatif ini.

Global Media Forum Deutsche Welle tahun ini mengusung tema utama bagaimana mengatasi perpecahan dalam masyarakat?

Para peraih penghargaan "Freedom of Speech Award" sebelumnya seperti wartawan Nigeria Tobore Ovuorie (2021) serta wartawan perang Ukraina Mstyslav Chernov dan Evgeniy Maloletka (2022) hadir dalam pertemuan dua hari di Bonn yang digerlar sampai Selasa 20/6 yang diikuti lebih 2200 peserta dari seluruh dunia. (as/yf)