1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikUkraina

Pengungsi Yahudi di Ukraina Berlindung di “Yerusalem Timur”

Keno Verseck
4 Maret 2023

Hingga baru-baru ini, Kota Chernivtsi yang dulu dikenal dengan julukan “Yerusalem Timur”, tercatat tidak punya penghuni berdarah Yahudi. Situasi berubah seiring kedatangan pengungsi Yahudi dari seluruh penjuru negeri.

https://p.dw.com/p/4ODwy
Kota Chernivtsi
Suasana kota ChernivtsiFoto: Privat

Bau mesiu seakan memenuhi udara dapur, ketika Victoria Maksymovych menceritakan tentang kengerian perang di Ukraina. Di rumahnya yang kecil di Chernivtsi, Victoria dan suaminya, Oleg Krassnyi, mencari perlindungan dari pemboman dan kehancuran. Keduanya berasal dari timur laut, tepatnya dari Kharkiv, kota terbesar kedua di Ukraina.

Sebuah generator listrik teronggok diam sebuah sudut dapur. Keberadaannya cuma diperlukan, jika aliran listrik kembali padam akibat serangan Rusia, kata Victoria.

Sebagaimana jutaan warga Ukraina lainnya, pasangan Yahudi itu kehilangan harta benda dan terancam oleh kemiskinan. Pada awal 2022, keduanya mendapati diri menjadi pengungsi di Chernivtsi, kota yang dulu berjuluk "Yerusalem di Timur,” namun sejak lama terlupakan.

Victoria dan Oleg terselamatkan berkat besarnya dukungan komunitas Yahudi. Pada pekan ketiga setelah invasi Rusia, keduanya memutuskan melarikan diri dan ditampung di sebuah hotel yang disewa komunitas Aviv di Chernivtsi untuk pengungsi Yahudi. 

Setelah bertahan selama sebulan, Victoria dan Oleg menyewa sebuah rumah di kota yang sama.

Oleg Krassny dan Victoria Maksymovych
Oleg Krassnyi (ki:) dan Victoria Maksymovych (ka.) bersama putranya.Foto: Keno Verseck/DW

"Kebanyakan suka tinggal di Chernivtsi "

Chernivtsi, yang berpenduduk 260.000 jiwa dan hanya berjarak 40km dari perbatasan Rumania, dulu dikenal sebagai pusat kebudayaan Yahudi di Eropa. Antara Perang Dunia I dan II, kota ini merupakan bagian Rumania. 

Pada saat itu, Chernivtsi dihuni oleh mayoritas Yahudi, yang sebagian berasal dari Jerman. Sejumlah penyair Jerman ternama tercatat berasal dari Chernivtsi, termasuk juga dari Polandia atau Rumania.

Gemerlap Chernivtsi meredup ketika Nazi Jerman melancarkan Holocaust. Sebagian penyintas dari Chernivtsi melarikan diri ke Rusia dan lalu ke Israel. Ironisnya, perang pula yang justru memaksa warga Yahudi kembali kota tersebut.

"Setelah pergantian abad, cuma ada 2000 warga Yahudi yang masih aktif di sini,” kata Lev Klejman, ketua komunitas Aviv. "Banyak yang sudah pindah. Sangat mungkin bahwa saat ini ada sekitar 2000-an warga Yahudi lagi di Chernivtsi. Kami menampung banyak pengungsi dari Kyiv, Kharkiv dan Odessa di sini.”

Klejman mengaku warga Yahudi menyukai Chernivtsi, lantaran keasrian dan keindahan alam di sekitarnya. Terlebih, penggunaan bahasa Rusia di sini tergolong jamak untuk Ukraina Barat. "Sebab itu, warga Yahudi yang berbahasa Rusia dari wilayah timur dan selatan, merasa lebih nyaman di sini.”

Hilangnya masa lalu

Ketika pembicaraan berpusar pada masa depan komunitas Yahudi di Ukraina, Klejman menghela nafas panjang. "Kalau Anda ingin membuat Tuhan tertawa, kabarkan kepada Dia tentang rencana Anda,” tukasnya. "Apa yang akan terjadi besok, baru akan kami pikirkan besok hari.”

Ketidakpastian juga dirasakan Victoria Maksymovych dan Oleg Krassnyi. Mereka hingga kini belum menemukan pekerjaan di Chernivtsi dan masih hidup dari uang tabungan yang kian menipis. 

Keduanya sering menghabiskan waktu bersama komunitas Yahudi, entah itu untuk perayaan hari besar, atau sekadar memasak bersama dan berdiskusi. "Komunitas dan anggotanya adalah keluarga baru kami,” kata Victoria. "Mereka seperti saudara yang sudah sangat lama tidak berjumpa, dan kini menampung kami. Keberadaan mereka sangat penting bagi kesehatan mental.”

Di dapurnya yang kecil, Victoria dan Oleg tidak banyak tertawa. Sesekali keduanya tersenyum sedih. "Perang ini mengajarkan betapa kita bisa kehilangan segalanya dalam tempo singkat. Betapa harta benda tiada gunanya dan betapa pentingnya keluarga, teman dan nyawa,” kata Victoria.

"Tapi yang paling menyakitkan adalah bahwa Rusia menghilangkan masa lalu dan masa depan kami. Bagi kami, masa depan cuma sebatas hari ini.”

rzn/hp