1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Regulator Eropa Akan Setujui Vaksin Corona Sebelum Natal?

Barbara Wesel
16 Desember 2020

Pada 21 Desember, regulator obat Eropa akan membuat keputusan terkait persetujuan vaksin corona BioNTech-Pfizer, di tengah tekanan politik Jerman. Vaksinasi Jerman diharapkan dimulai sebelum tahun baru.

https://p.dw.com/p/3mma8
Ilustrasi vaksin COVID-19
Ilustrasi vaksin COVID-19Foto: Dado Ruvic/REUTERS

Uni Eropa (UE) sedang dalam proses membuat keputusan terkait vaksin COVID-19 pertamanya menjelang Natal. Tekanan politik mendorong agar persetujuan program vaksinasi di UE bisa dijalankan dengan segera.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (European Medicines Agency/EMA) yang berbasis di Amsterdam pada Selasa (15/12) menetapkan pertemuan peninjauan ahli terhadap vaksin BioNTech-Pfizer menjadi 21 Desember, delapan hari lebih cepat dari tenggat waktu semula pada 29 Desember. Langkah tersebut dilakukan setelah Inggris dan AS melaksanakan program vaksinasi corona mereka.

Desakan politis semakin kencang

"Ini kabar baik bagi Uni Eropa," kata Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn. "Tujuannya adalah untuk mendapat persetujuan vaksin dari regulator Eropa sebelum Natal dan untuk mulai vaksinasi terhadap orang-orang di Jerman sebelum pergantian tahun,‘‘ tambahnya. 

Menteri Kesehatan Jerman Jens Spahn
Menteri Kesehatan Jerman Jens SpahnFoto: Daniel Karmann/dpa/picture alliance

Namun, pertanyaan besar dari jurnalis dan masyarakat adalah ''Mengapa perizinan Eropa butuh waktu lama?''Badan Pengawas Obat dan Makanan AS telah memberi izin penggunaan vaksin minggu lalu dan pada Senin (14/12) negara itu telah mulai memvaksinasi petugas kesehatan di Long Island. Begitu pula di Kanada.

"Kami melakukan segalanya untuk memastikan vaksinasi bisa dimulai pada Desember," ujar Spahn pada Senin (14/12). "Kita dapat mulai vaksinasi lebih awal untuk mengurangi penderitaan dan melindungi warga yang paling rentan terinfeksi," tambahnya.

Pernyataan ini diyakini memberikan tekanan politik terhadap EMA dalam proses peninjauan vaksin. Para ahli di Belgia menyatakan kekecewaannya terhadap para politisi yang secara terbuka ikut campur terhadap proses regulasi vaksin.

"Politisi harus sangat berhati-hati tentang apa yang mereka katakan di depan umum dan harapan yang mereka angkat tentang vaksin," kata Yannis Natsis dari European Heath Alliance, sebuah organisasi di dewan EMA. "Di atas semua itu, kami perlu menjaga kepercayaan publik terhadap vaksin, dan melindungi kesehatan dan keselamatan publik,‘‘ tambah Natsis.

Data visualization COVID-19 New Cases Per Capita – 2020-12-16 – global - Indonesian

Kecepatan atau kehati-hatian?

Beberapa politisi mengatakan bahwa proses peninjauan EMA yang sangat hati-hati sebenarnya membawa keuntungan. Proses peninjauan yang hati-hati penting dilakukan utnuk meyakinkan orang-orang yang skeptis terhadap vaksin corona.

"Ada banyak keraguan di masyarakat mengenai apakah vaksin benar-benar dapat dipasarkan secepat itu," kata Peter Liese, salah satu anggota Parlemen Eropa.

Liese menjelaskan mengapa proses persetujuan UE lebih lama: "EMA meninjau lebih banyak data dan membahas lebih dalam" saat memeriksa keefektifan, efek samping, dan jumlah pengujian. 

Warga Eropa tidak dirugikan 

Liese mengkritik laporan di surat kabar Bild Jerman yang menuliskan bahwa jutaan orang telah mendapat vaksin buatan Jerman, sementara orang Jerman sendiri harus menunggu.

"Vaksin itu diproduksi secara proporsional, sudah dialokasikan untuk Jerman, sebagian sudah dibekukan dan bisa dikirim dalam waktu singkat," ujarnya.

Liese menambahkan, memang proses persetujuan mungkin butuh dua hingga tiga minggu lebih lama, tetapi bukan berarti kuota vaksin untuk orang Jerman jadi lebih sedikit.

"Saya tidak yakin pasien di UE akan dirugikan dibandingkan dengan pasien di Inggris atau AS," kata Natsis.

Pada musim panas 2020, negara-negara di seluruh dunia ‘‘mengamankan‘‘ dosis vaksin yang menjanjikan, termasuk dari BioNTech-Pfizer. "Komisi Uni Eropa bertindak untuk Eropa dan membeli 400 juta dosis yang cukup untuk 200 juta warga karena setiap orang perlu divaksinasi dua kali," katanya. (pkp/ha)