1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tren Baru Pertambangan Laut Dalam Rawan Bencana Lingkungan?

12 Juli 2023

Laut dalam kaya akan mineral, tapi para ahli mengatakan bahwa membuka aktivitas pertambangan di laut dalam dapat membawa risiko yang belum diketahui.

https://p.dw.com/p/4Tj6n
Selain perubahan iklim, tantangan terbaru biota laut adalah penambangan di laut dalam
Selain perubahan iklim, tantangan terbaru biota laut adalah penambangan di laut dalamFoto: Kristina Becker/DW

Di kedalaman Samudra Pasifik, antara Meksiko dan Hawaii, triliunan bebatuan berbentuk kentang tersebar di dasar laut. Bebatuan ini mengandung mineral seperti nikel, kobalt, dan mangan yang penting bagi teknologi hijau dalam transisi energi global.

Di wilayah lautan ini, yang disebut Zona Clarion-Clipperton (CCZ), melimpah bebatuan yang dikenal sebagai nodul polimetalik. Keberadaan bebatuan ini semakin memicu perdebatan tentang penambangan logam laut dalam untuk menghasilkan teknologi seperti baterai untuk kendaraan listrik. Perusahaan pertambangan berpendapat bahwa tambang laut dalam lebih baik bagi lingkungan dibandingkan ekstraksi di darat. Benarkah demikian?

Puluhan negara telah mensponsori proyek eksplorasi laut dalam skala kecil, tetapi penambangan komersial di perairan internasional tidak diizinkan. Hal ini akan menjadi topik perdebatan dalam pertemuan kunci Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang masalah ini di Jamaika.

Gerard Barron, CEO salah satu perusahaan tambang laut dalam The Metals Company (TMC), mengatakan bahwa penambangan laut tidak begitu merusak alam apabila dibandingkan dengan ekstraksi di tempat-tempat seperti di hutan hujan Indonesia.

"Lautan kita penuh dengan logam," kata Barron dalam sebuah wawancara. "Dampak lingkungannya lebih rendah daripada alternatif (pertambangan) berbasis lahan."

Namun, banyak ilmuwan dan ahli konservasi tidak setuju dengan pendapat Barron, dan menyerukan jeda atau moratorium rencana penambangan laut dalam di bawah laut lepas.

Risiko tambang laut dalam belum diketahui

Para ahli dan aktivis berpendapat bahwa ilmu yang ada saat ini tidak cukup memahami kehidupan di laut dalam yang tidak terkena sinar matahari. Membukanya untuk pertambangan akan membuka risiko yang tidak diketahui.

"Tidak ada itu namanya penambangan laut dalam berdampak ringan," kata Jonny Hughes, penasihat kebijakan di badan amal lingkungan Blue Marine Foundation. "Ini adalah ide yang paling merusak yang bisa Anda pikirkan tentang laut dalam." 

Perdebatan akan hal ini diperkirakan akan mengemuka di Kingston, Jamaika, pada pertemuan tiga minggu yagn digelar oleh Otoritas Dasar Laut Internasional (ISA). Ini adalah badan PBB yang bertanggung jawab untuk mengatur laut lepas, yakni wilayah di luar yurisdiksi pemerintah suatu negara, di mana mineral laut dalam paling sering ditemukan.

Saat ini, banyak negara tengah berlomba untuk mendapatkan pasokan mineral penting yang aman untuk produk teknologi rendah karbon. Namun, kebanyakan negara tersebut juga telah membuat komitmen besar untuk melindungi alam - termasuk kesepakatan bersejarah di bulan Maret untuk melindungi keanekaragaman hayati laut di laut lepas.

Pemerintah Norwegia misalnya, pada bulan lalu mengumumkan proposal untuk membuka perairan nasionalnya untuk penambangan laut dalam, sedangkan pada bulan Januari, Prancis melarang praktik tersebut di perairannya.

Tekanan dari Nauru

Adalah sebuah negara kecil di Pasifik, yakni Nauru, yang memicu kontroversi dan kekhawatiran pada pertengahan 2021. Saat itu, Nauru memberi tahu ISA tentang rencananya untuk memulai penambangan laut dalam. Pemberitahuan ini memicu ditetapkannya tenggat waktu dua tahun bagi badan tersebut untuk mengadopsi buku peraturan bagi industri.

Ini berarti Nauru, yang mensponsori Nauru Ocean Resources Inc (NORI) yakni anak perusahaan TMC, telah menekan ISA untuk menyelesaikan buku peraturan dalam waktu dua tahun, atau mereka akan menyetujui rencana penambangan berdasarkan peraturan apa pun yang ada saat itu.

Ilmuwan kelautan menyoroti sejumlah masalah yang timbul akibat tambang laut dalam, termasuk polusi cahaya dalam ekosistem yang gelap gulita secara alami, gumpalan sedimen hasil aktivitas kendaraan tambang, dan polusi suara, yang menurut penelitian yang diterbitkan awal tahun ini dapat mengganggu komunikasi paus. 

Sebuah laporan yang diterbitkan oleh yayasan nirlaba Planet Tracker baru-baru ini mengatakan bahwa penambangan laut dalam dapat menyebabkan kerusakan keanekaragaman hayati beberapa kali lebih banyak daripada penambangan terestrial. Hal ini karena berbagai faktor seperti luas permukaan yang terpengaruh dibandingkan dengan penggalian bawah tanah.

Tambang mineral di darat dinilai lebih ekonomis

Dalam beberapa bulan terakhir, kampanye untuk moratorium penambangan laut dalam telah mendapatkan dukungan dari sekitar 17 negara yang secara terbuka mendukung moratorium atau penghentian penambangan laut dalam.

"Semakin banyak negara yang menerima pandangan ini, bahwa sebenarnya tidak perlu terburu-buru dan membuat seperangkat peraturan hanya agar satu perusahaan pertambangan swasta dapat terus melaju," kata Pradeep Singh, peneliti yang memimpin kelompok spesialis di penambangan laut dalam di jaringan lingkungan International Union for Conservation of Nature (IUCN).

Barron dari TMC tidak sependapat dengan pernyataan bahwa tidak ada cukup informasi yang tersedia untuk melanjutkan penambangan laut dalam. Ia mengatakan bahwa perusahaannya telah menambahkan sejumlah besar data ke catatan keanekaragaman hayati publik.

Namun, Paul Lusty, Direktur Pusat Intelijen Mineral Kritis Inggris di Survei Geologi Inggris, mengatakan penilaian yang membandingkan proyek penambangan laut dalam dengan penambangan terestrial "hanya sebaik data yang menjadi dasarnya, yang untuk kedalaman lingkungan laut datanya masih terbatas."

Lusty, yang memimpin penelitian yang ditugaskan oleh pemerintah Inggris tentang penambangan laut dalam yang hasilnya diterbitkan tahun 2021, mengatakan bahwa perusahaan juga menghadapi tantangan dalam meyakinkan para pebisnis. Beberapa calon pembeli seperti perusahaan teknologi dan mobil seperti Google, Samsung, dan BMW telah menyerukan larangan sementara, dan kemungkinan ada biaya tambahan dibandingkan menambang di darat.

"Tentu saja, pertimbangan ekonomi penambangan mineral tertentu di darat akan lebih disukai daripada di laut dalam," kata Lusty.

ae/hp (Thomson Reuters Foundation)