1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikCina

Australia Ingin 'Bijak' Mengelola Perbedaan Dengan Cina

20 Maret 2024

Cina dan Australia mengaku telah menstabilkan hubungan usai kunjungan Menteri Luar Negeri Wang Yi ke Canberra, Rabu (20/3). Namun begitu, kedua negara masih dibalut perselisihan, terutama soal perdagangan dan HAM.

https://p.dw.com/p/4dvb3
Wang Yi dan Penny Wong
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi (ki.) dan Menlu Australia Penny Wong (ka.) di Canberra, Rabu (20/03)Foto: David Gray/AFP/Getty Images

Antagonisme masih menggelayuti kunjungan Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi ke Australia seperti kunjungan terakhir kali tahun 2017 silam. Namun saat bertandang di Canberra, Rabu (20/03), dia mengaku perbedaan kedua negara telah dikikis melalui upaya diplomatik sejak beberapa bulan silam. Menurut Wang, pendekatan tersebut berhasil "mencairkan suasana" dan kedua pihak kini berusaha membangun "rasa saling percaya" dan mempertahankan "momentum baik" dalam relasi diplomatik.

"Hal yang paling penting adalah untuk terus mencari titik temu dalam mengelola perbedaan,” ujar Menlu Cina. "Setiap kali kami bertemu, rasa saling percaya antara kedua pihak meningkat dan hubungan Cina-Australia melangkah maju."

Kedua negara berusaha meredakan ketegangan yang memuncak dalam perang dagang, ketika Cina dan Australia saling balas memasang tarif impor yang tinggi." "Hubungan yang stabil antara Australia dan Cina tidak terjadi begitu saja, tapi membutuhkan upaya berkelanjutan," kata Menlu Australia Penny Wong.

Tapi dia mengakui, betapa "banyak kemajuan yang sudah kami capai dalam tempo yang singkat."

Kapal Cina dan Filipina Tabrakan di Laut Cina Selatan

Hambatan perdagangan

Keretakan antara kedua negara muncul pada tahun 2018, setelah Australia mengucilkan raksasa telekomunikasi Cina, Huawei, dari jaringan internet 5G nasional atas alasan keamanan. Kisruh memuncak pada 2020 ketika Canberra menuntut investigasi internasional terhadap asal usul virus Corona di Wuhan. Beijing meyakini laku Australia bermuatan politik. Buntutnya, Cina memberi ganjaran berupa pembatasan dagang untuk sejumlah komoditas ekspor Australia dan menghentikan impor batu bara.

Sejak itu, Cina secara perlahan mencabut sebagian besar pembatasan dagang, kecuali untuk produk minuman anggur Australia. Wang mengatakan, keputusan akhir mengenai pajak impor anggur akan diambil akhir Maret mendatang.

Sebelum pembatasan perdagangan diberlakukan, Cina adalah negara tujuan ekspor terbesar produk anggur botolan Australia dan menyumbang 33 persen pendapatan ekspor pada tahun 2020, menurut data pemerintah di Canberra.

Kedua negara juga membahas pasar nikel global yang kini dibanjiri komoditas dari Indonesia. Cina dan Australia adalah pemain besar dalam bisnis tambang global. Banjirnya nikel Indonesia antara lain berkat investasi dan alih teknologi dari Cina.

Tahun lalu, harga nikel jatuh sebanyak 40 persen yang membuat resah industri tambang Australia dan memaksa perusahaan menunda proyek atau menjual aset-asetnya. "Saya menegaskan bahwa prediktabilitas dalam bisnis dan perdagangan adalah bagian dari kepentingan ekonomi kita,” ujar Menlu Australia Penny Wong.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru! 

Australia-Cina, masih terganjal isu HAM

Meskipun memuji "stabilitas” baru antara Beijing dan Canberra, Wong juga mengisyaratkan sejumlah titik perselisihan yang masih berlangsung. "Kami membahas hukuman terhadap Dr Yang Hengjun," kata dia merujuk pada warga Australia yang ditahan di Cina. "Saya katakan kepada menteri luar negeri bahwa warga Australia terkejut dengan hukuman yang dijatuhkan," katanya.

Bulan Februari lalu, penulis berdarah Cina itu dijatuhi hukuman mati yang ditangguhkan oleh pengadilan Beijing usai dinyatakan bersalah melakukan spionase. Yang Hengjun membantah keras dakwaan tersebut.

"Saya menyampaikan kekhawatiran Australia mengenai hak asasi manusia, termasuk di Xinjiang, Tibet, dan Hong Kong,” kata Penny Wong. Hong Kong pada hari Selasa (19/03) mengesahkan undang-undang keamanan nasional baru, yang memberlakukan hukuman berat bagi kejahatan yang terkait dengan pengkhianatan dan pemberontakan.

Amerika Serikat, Uni Eropa, Inggris, dan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengritik pemerintah Hong Kong lantaran mengkhawatirkan dampaknya terhadap hak-hak sipil warga.

Di Canberra, pertemuan kedua menteri luar negeri dibayangi aksi unjuk rasa menentang pelanggaran hak asasi oleh Cina. Para demonstran ikut mengibarkan bendera Tibet dan Xinjiang serta mengacungkan plakat bertuliskan "hak asasi manusia tidak untuk dijual" dan "bebaskan Yang Hengjun".

Pertemuan di ibu kota Australi menandakan akhir lawatan Wang Yi di Pasifik Selatan, setelah sebelumnya melawat ke Selandia Baru untuk menawarkan perluasan Perjanjian Perdagangan Bebas.

rzn/as (afp,ap)