1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

IAEA Setujui Rencana Jepang Buang Limbah Fukushima ke Laut

5 Juli 2023

Kepala IAEA Rafael Grossi menyampaikan tinjauannya soal niat Jepang untuk membuang limbah radioaktif PLTN Fukushima ke laut. IAEA menyimpulkan rencana itu memenuhi standar keamanan internasional.

https://p.dw.com/p/4TQXO
PLTN Fukushima
Foto dari satelit memperlihatkan kerusakan PLTN Fukushima saat diterpa bencana gempa bumi dan tsunami pada tahun 2011 silamFoto: Digital Globe/abaca/picture alliance

Rencana pemerintah Jepang untuk membuang air limbah radioaktif olahan dari Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima ke lautan Pasifik telah disetujui oleh Badan Energi Atom Internasional atau International Atomic Energy Agency (IAEA) pada hari Selasa (04/07).

Namun, sejumlah negara tetangga telah menyuarakan kekhawatirannya atas rencana kontroversial tersebut. Khususnya Cina, yang paling vokal menyampaikan kritik. Serikat nelayan lokal juga menyuarakan rasa protes terhadap rencana ini.

PLTN Fukushima
Kerusakan unit tiga (kiri) dan empat (kanan) di PLTN Fukushima pascagempa bumi dan tsunami tahun 2011Foto: Air Photo Service/Handout/dpa/picture alliance

Laporan IAEA terkait rencana pembuangan limbah Fukushima

Kepala IAEA Rafael Mariano Grossi yang berada di Jepang sejak Selasa (04/07) telah bertemu dengan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida untuk menyerahkan laporan akhir badan pengawas nuklir itu terkait rencana pembuangan limbah Fukushima.

Saat konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi, Grossi menyebut bahwa laporan itu menandai "bab penting" dalam kerja IAEA dalam dua tahun terakhir.

Dalam laporannya, IAEA menyebut bahwa rencana itu telah sesuai dengan standar keamanan internasional dan bakal memiliki "dampak radiologis yang dapat diabaikan oleh manusia dan lingkungan."

Para ahli dari IAEA menghabiskan waktu dua tahun untuk meninjau rencana tersebut.

"Ini adalah malam yang sangat spesial," kata Grossi kepada Kishida sebelum menyerahkan laporan akhir tersebut.

Kepala IAEA Rafael Grossi (kiri) dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (kanan)
Kepala IAEA Rafael Grossi (kiri) dan Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida (kanan) saat penyerahan laporan akhir peninjauan IAEA di Tokyo, Selasa (04/07)Foto: Zhang Xiaoyu/POOL/AFP/Getty Images

Grossi memastikan bahwa IAEA bakal terus terlibat dalam proses awal, saat pembuangan hingga pascapembuangan limbah.

Ketika bertemu dengan Grossi, Kishida menyebut bahwa Tokyo akan terus mengedukasi soal keamanan dari rencana pembuangan ini, baik kepada penduduk Jepang maupun komunitas internasional.

Namun, rencana ini masih membutuhkan persetujuan akhir dari regulator nuklir Jepang, yakni Tokyo Electric Power Company (Tepco). Selain itu, tanggal pasti dimulainya rencana ini juga masih belum diumumkan.

Rencana Jepang dengan limbah PLTN Fukushima

Kerusakan PLTN Fukushima pada tahun 2011 dipicu oleh bencana alam gempa bumi dan tsunami yang dahsyat. Hal ini menyebabkan pemerintah Jepang harus mengelola air yang digunakan untuk mendinginkan batang reaktor nuklir.

Sejak saat itu, otoritas Jepang telah mengelola air kontaminasi yang disimpan di hampir 1.000 tangki.

Kini, penyimpanan itu hampir mencapai kapasitasnya, dengan jumlah 1,37 ton. Jumlah ini dapat mengisi 500 kolam renang standar Olimpiade.

Air tersebut harus dibuang agar PLTN Fukushima dapat dinonaktifkan dan juga untuk mencegah terjadinya insiden kebocoran.

Rencananya, Jepang berniat untuk mencairkan air olahan itu dan mengalirkannya selama 30 hingga 40 tahun dengan bantuan sebuah pipa sepanjang 1 km dari pantai timur lokasi PLTN Fukushima berada.

Tangki penyimpanan air limbah PLTN Fukushima
Sejumlah tangki yang menjadi tempat penyimpanan air limbah olahan dari PLTN FukushimaFoto: Philip Fong/AFP/Getty Images

Respons negara tetangga

Para negara tetangga telah menyatakan rasa cemasnya atas ancaman terhadap kehidupan laut dan kesehatan manusia. Cina menyampaikan kritik sangat keras terhadap rencana pembuangan air limbah ini.

Pada Selasa (04/07), pihak Beijing melalui kedutaan besarnya di Jepang menyebut bahwa laporan IAEA tidak bisa menjadi sebuah "izin" untuk pembuangan air limbah tersebut dan menyerukan agar rencana itu ditangguhkan.

Sejumlah perkumpulan nelayan di Fukushima juga menentang rencana pemerintah tersebut, karena mencemaskan bahwa para konsumen bakal menghindari hasil tangkapannya meskipun ada proses pengujian yang ketat dari Jepang.

Sejumlah negara juga telah melarang beberapa produk makanan dari Jepang setelah malapetaka tahun 2011 itu. Korea Selatan menyebut bakal terus melanjutkan pelarangannya terhadap beberapa produk makanan, menjelang dirilisnya laporan IAEA.

Sementara itu, Jepang berusaha meredakan kecemasan atas rencana tersebut.

"Kami akan terus menjelaskan keamanan dari rencana kami untuk mengalirkan air limbah olahan ke laut pada komunitas internasional, berdasarkan bukti ilmiah dan secara transparan," kata Menteri Luar Negeri Jepang Yoshimasa Hayashi, Selasa (04/07).

Jepang mengklaim bahwa air tersebut telah disaring supaya dapat membuang hampir seluruh elemen radioaktifnya, kecuali tritium, sebuah isotop hidrogen yang sulit dilepaskan dari kandungan air. Nantinya, air olahan ini akan dicairkan hingga nilai kandungan tritiumnya mencapai batas yang disetujui internasional sebelum dibuang ke lautan Pasifik.

Grossi juga berencana untuk mengunjungi Korea Selatan, Selandia Baru, dan Kepulauan Cook untuk meredam kekhawatiran internasional. Selain itu, dia juga dijadwalkan mengunjungi PLTN Fukushima dalam rangka menginspeksi beberapa fasilitas yang baru dibangun untuk pelepasan limbah.

mh/ha (AFP, AP, Reuters)