1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Penambangan Litium di Afrika Ungkap Sisi Gelap Energi Hijau

Hairsine Kate
20 November 2023

Buruh tambang litium milik Cina di Namibia mengeluhkan kondisi asrama yang kumuh dan praktik kerja yang tidak manusiawi. Perusahaan Tiongkok juga dituduh menyuburkan praktik suap demi mendapat izin dengan pajak rendah.

https://p.dw.com/p/4Z1ix
Tambang litium di Zimbabwe
Buruh tambang litium di Goromonzi, ZimbabweFoto: Tafadzwa Ufumeli/Getty Images

Situasinya sedemikian buruk, Serikat Pekerja Tambang Namibia sampai harus mengirimkan tim pencari fakta ke tambang Uis milik Xinfeng Investments asal Cina. Di sana, mereka menjumpai gubuk kecil beratap seng tanpa jendela yang digunakan sebagai tempat tinggal buruh tambang.

Sebaliknya, pekerja asal Cina mendapat kamar berpendingin ruangan dengan fasilitas kamar mandi yang layak.

Serikat pekerja Namibia juga mengecam Xinfeng karena gagal menyediakan pakaian pelindung dan fasilitas keselamatan yang memadai bagi buruh lokal.

Temuan tim pencari fakta bukan satu-satunya tuduhan kontroversial terhadap Xinfeng Investments. Sebuah investigasi oleh Global Witness baru-baru ini menemukan, tambang Uis berstatus tambang rakyat. Dengan mengantongi izin yang berskala kecil itu, Xinfeng cuma perlu membayar "pajak yang sangat rendah untuk bisa mengakses” salah satu deposit litium terbesar di Namibia, tulis organisasi nirlaba di Inggris tersebut.

Kemelut Nikel di Halmahera

Perlombaan untuk litium

Dijuluki "emas putih" di era energi terbarukan, litium adalah komponen utama baterai litium-ion yang saat ini menopang teknologi modern, mulai dari ponsel hingga mobil listrik. Baterai litium-ion juga menjadi syarat bagi transisi energi ramah iklim, karena menjembatani fluktuasi produksi pada panel surya atau kincir angin.

Secara global, pasokan litium saat ini didominasi oleh Australia, Cile dan Cina yang memproduksi 90% logam ringan dunia pada tahun 2022.

Afrika tercatat memiliki lima persen cadangan bijih litium di dunia. Namun begitu, saat ini baru Zimbabwe dan Namibia yang sudah mengekspor komoditas tersebut. Sementara Kongo, Mali, Ghana, Nigeria, Rwanda, dan Etiopia masih berada dalam tahap eksplorasi atau pengembangan.

Menurut proyeksi Badan Energi Internasional (IEA), permintaan terhadap litium akan tumbuh empat puluh kali lipat pada tahun 2040.

Era Energi Terbarukan Picu Peningkatan Penambangan Litium

Monopoli Cina

Cina memonopoli ekstraksi litium di Afrika. Lebih dari 83 persen estimasi pasokan litium pada dekade ini akan berasal dari proyek-proyek yang ikut dimiliki perusahaan-perusahaan Cina, menurut Benchmark Mineral Intelligence, sebuah lembaga konsultan tambang.

Tahun lalu, tiga raksasa pertambangan Cina mengakuisisi tambang litium dan proyek senilai USD678 juta di Zimbabwe.

"Dominasi oleh satu negara dapat menyebabkan rendahnya penghargaan terhadap sumber daya mineral, menyuburkan praktik penggelapan pajak dan pelanggaran hak asasi manusia,” demikian laporan terbaru dari Asosiasi Hukum Lingkungan Zimbabwe.

Peneliti dari Global Witness, Colin Robertson, sebabnya mendesak Uni Eropa dan Amerika Serikat untuk mengupayakan transparansi penambangan litium di dunia. "Ini bukan hanya tentang upaya UE dan AS untuk meningkatkan pasokan mineral mereka sendiri,” katanya.

Adapun Farai Maguwu, direktur Pusat Tata Kelola Sumber Daya Alam di Harare, Zimbabwe, menekankan bahwa hasil proyek ekstraktif harus disalurkan kembali ke masyarakat dalam bentuk barang publik, seperti jalan, klinik kesehatan, dan sekolah.

"Kami menganggap aset kami yang belum ditambang sebagai modal alam. Jadi, masyarakat lokal, terutama anak-anak, harus bisa menikmati manfaat dari ekstraksi sumber daya alam mereka,” katanya.

rzn/hp

Jangan lewatkan konten-konten eksklusif yang akan kami pilih setiap Rabu untuk kamu. Kirimkan e-mail kamu untuk berlangganan Newsletter mingguan Wednesday Bite.