1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Apa Dampak UU Keamanan Cina bagi Hong Kong?

Yuchen Li
21 Maret 2024

Pasal 23 memperkuat kontrol Cina atas wilayah bekas jajahan Inggris itu. Lantas apa artinya legislasi teranyar bagi kebebasan ekonomi dan bisnis di Hong Kong?

https://p.dw.com/p/4dyVI
Parlemen Hong Kong
Parlemen Hong KongFoto: Vernon Yuen/NurPhoto/picture alliance

Badan legislatif Hong Kong pada Selasa (19/3) menuntaskan pembahasan kedua dan ketiga dari "RUU Perlindungan Keamanan Nasional,” atau yang juga dikenal sebagai Pasal 23 Undang-Undang Dasar, sebelum dilanjutkan ke pemungutan suara akhir.

Dengan dukungan bulat dari 89 anggota parlemen, UU tersebut direncanakan akan mulai berlaku pada tanggal 23 Maret, hampir sebulan lebih awal dari perkiraan.

Undang-undang ini memperkenalkan serangkaian delik baru termasuk makar, spionase, campur tangan eksternal dan pembocoran rahasia negara. Beberapa di antaranya memuat ancaman hukuman hingga penjara seumur hidup.

Setelah Undang-undang Keamanan Nasional diberlakukan Beijing pada tahun 2020, undang-undang terbaru dinilai akan semakin melemahkan kebebasan dan otonomi Hong Kong terhadap pemerintahan pusat.

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Perintah langsung dari Beijing

Komisioner Tinggi HAM PBB, Volker Türk mengatakan, pihaknya khawatir melihat "bagaimana legislasi sepenting itu diloloskan secara cepat melalui parlemen."

Eric Lai, peneliti di Pusat Studi Hukum di Georgetown University, AS, mencatat bahwa "percepatan" legislasi dilakukan setelah Kepala Eksekutif Hong Kong John Lee menghadiri Kongres Rakyat Nasional awal bulan ini di Beijing.

New Hong Kong Security Law

"Diyakini, Beijing memberikan instruksi jelas untuk menjalankan legislasi itu di Hong Kong secepat mungkin," kata dia kepada DW. Pidato-pidato pejabat Cina dalam beberapa bulan terakhir membiaskan tekanan untuk meloloskan UU tersebut "lebih cepat lebih baik," tandasnya.

Kepala Eksekutif Lee mengatakan, pengesahan undang-undang tersebut adalah "momen bersejarah” yang telah ditunggu selama lebih dari 26 tahun. Menurutnya, Hong Kong telah menyelesaikan tugas konstitusional dan "memenuhi harapan pemerintah pusat.”

"Sepertinya mereka mendapat perintah langsung dari Beijing," kata Eric Lai.

Kontrol terhadap Hong Kong

Kendati UU Keamanan Nasional sudah menyeret ratusan tokoh oposisi ke penjara dan meredam aksi protes, otoritas di Hong Kong meyakini Pasal 23 tetap diperlukan.

"Mereka menginginkan lebih banyak perangkat hukum untuk memperkuat kontrol terhadap penduduk Hong Kong,” kata peneliti Lai.

Pasal 23, misalnya, memperkuat wewenang kepolisian untuk memperpanjang masa penahanan atau membatasi akses pengacara hukum dalam kondisi tertentu. Apa Dampak UU Keamanan Cina bagi Hong Kong?

Lai meyakini, aturan baru itu akan "menghalangi masyarakat untuk berpartisipasi dalam urusan publik" dan bahwa penggunaan delik makar bakal berdampak luas terhadap kehidupan warga.

"Karena definisi makar dibuat mengambang dan sarat interpretasi, tindakan yang memicu perselisihan antara warga di Hong Kong dan di Cina juga dapat ditafsirkan sebagai delik penghasutan, kata Lai.

Direktur Amnesty International untuk Cina Sarah Brooks menyebut undang-undang baru ini sebagai "momen destruktif" bagi masyarakat Hong Kong. "Karena warga kehilangan sebagian kebebasan mereka," kata dia.  "Kini, aksi protes damai lebih berbahaya dari sebelumnya."

Beijing's ever-tightening grip on Hong Kong

Kebebasan ekonomi

Johannes Hack, presiden Kamar Dagang Jerman di Hong Kong, mengatakan kepada DW bahwa perusahaan cenderung "terlalu patuh," lantaran mengkhawatirkan tafsir karet pasal antimakar, yang memuat ancaman denda yang tinggi.

"Kepatuhan yang berlebihan bisa berarti Anda tidak melakukan apa pun lagi,” tambahnya.

Dia meragukan Hong Kong akan tetap dipandang sebagai pusat keuangan global yang beroperasi secara independen dari daratan Cina.

"Saya rasa tidak ada orang yang akan melihat Pasal 23 ini dan berpikir akan pindah ke Hong Kong,” kata Hack, namun akan lebih sulit untuk meyakinkan perusahaan asing bahwa Hong Kong menjamin kebebasan ekonomi.

Hack mengaku hanya bisa berharap bahwa Hong Kong akan "bergerak maju” dan merawat keterbukaan, yang selama ini "membuat tempat ini menarik bagi investor untuk datang dan berbisnis.”

rzn/as